Kamis, 28 Januari 2010

resolusi untuk kurus

AMBISI dan ekspektasi besar untuk menurunkan berat badan dengan berolahraga atau diet boleh saja. Tapi, harus disertai niat dan konsistensi yang tinggi. Jika tidak, dipastikan itu hanya berakhir di buku harian.

Ini menjadi penting karena di setiap pergantian tahun banyak orang yang mencetuskan resolusiresolusi baru pada tahun baru. Survei New Year’s Resolutions yang dihelat Franklin Covey, misalnya, menyebut bahwa resolusi paling populer pada 2008 dan 2009 adalah menurunkan berat badan.

Namun, survei itu juga mengatakan bahwa empat dari lima orang yang disurvei ternyata gagal atau tidak pernah benar-benar berniat mewujudkan resolusinya.

”Keinginan ingin kurus selalu saja ada, tapi tidak pernah terwujud. Herannya, setiap tahun kita akan menulisnya lagi, dan gagal lagi,” ujar James Rouse, doktor holistik sekaligus co-founder dari Mix1 Beverage Company.

Mengapa bisa banyak yang gagal? Menurut Rouse, alasan yang paling utama karena sebagian besar resolusi yang ingin diwujudkan tidak realistis. ”Orang mendadak ingin semua lemak di tubuhnya hilang dengan diet ketat atau menghindari makanan berlemak secara total,” katanya. ”Ketika kita harus menghilangkan semua hal yang kita favoritkan, pikiran menjadi berontak, tidak percaya bahwa kita dapat melakukannya,” ia menambahkan.

Karena itu, banyak kasus orang-orang yang pada awal tahun begitu optimistis melakukan diet ketat dan rutin nge-gym, tapi pada awal Februari sudah kembali ke kebiasaan lama, salah satunya ngemil di depan TV.

Dina Griffin, Boulder Nutrition & Exercise Services juga sependapat. Ia mencontohkan diet populer seperti Fad Diets yang lebih banyak gagal daripada berhasil. Fad Diets menjanjikan penurunan badan cepat dengan mengonsumsi makanan rendah karbohidrat, food combining, membatasi makanan tertentu, serta makan berdasarkan waktu tertentu saja.

Menurut Dina, Fad Diets dianggap terlalu ekstrem oleh orang kebanyakan karena sangat disiplin dalam mengatur kalori dan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. Diet yang menurutnya paling sukses, kata Dina, justru diartikan dengan mengubah gaya hidup pelan-pelan, tapi berkelanjutan.

Hal itu, kata Dina dan Rouse, harus dimotivasi oleh harapan akan keberhasilan yang nanti bakal dicapai. ”Coba Anda pikirkan alasan utama melakukannya. Alasan itu nanti dapat dijadikan motivasi ketika Anda mulai down,” kata Dina. Rouse juga menganjurkan agar seseorang tidak hanya berfokus sepenuhnya pada penurunan berat badan. Tapi, kepada alasan mengapa mereka ingin mengalami proses menuju tujuan akhir itu, setiap hari. Menurut Rouse, berfokus pada tiap kilogram yang ingin diturunkan justru membuat stres dan kehilangan semangat. ”Alihkan pikiran ke ’apa yang terjadi tiap hari’,” katanya.

Dampak negatif lain berfokus pada penurunan berat badan, kata Rouse, adalah kehilangan semangat untuk mempertahankan berat tubuh yang telah dicapai. ”Karena, setelah tujuan tercapai, tubuh spontan akan berkata ’oke, mari kembali ke saya yang dulu, yang menyukai karbohidrat dan makanan enak’,” paparnya.

Rick Jones, pemilik fasilitas kebugaran Customized Nutrition & Exercise, mengatakan, jika seseorang berniat melakukan perubahan total dalam hidupnya,akan timbul ketakutan. ”Mereka mulai berpikir soal berbagai hal yang tidak bisa mereka dapatkan lagi,” katanya. ”Itu membuat mereka ketakutan,” ia menambahkan.

Jones juga menyoroti soal target yang tidak realistis dan bagaimana cara mengatasinya. ”Ada orang yang menargetkan ingin bangun tiap pagi untuk berolahraga, padahal mereka bukanlah morning person, tentu hal ini tidak mungkin. Untuk mengakalinya, Anda bisa berjalan saat makan siang atau malam harinya melakukan fitness dan aktivitas olahraga lainnya,” paparnya.

Ia juga menganjurkan jangan sampai seseorang menjadi stres dan terbebani karena pola makan dan keinginan untuk kurus. ”Bukan sebuah donat atau satu scoop es krim yang membuat gendut, tapi apa yang Anda makan setiap harinya,” katanya.

0 komentar:

Posting Komentar