posting sebelumnya yang bertema sama telah menjelaskan secara cukup luas mengenai dampak perubahan yang berhasil media dan industri hiburan hasilkan pada budaya pacaran.
kalau mau dibilang atau dikatakan, pacaran sudah ada sejak dulu kala, bahkan jamannya flinstone(bener g tuh tulisannya??) mungkin, namun ada beberapa perubahan dalam makna pacaran itu sendiri yang dialami indonesia yang menganut budaya timur
4 dampaknya sudah di beberkan di artikel 1, nah sekarang ada 2 lagi tambahannya, yaitu:
1. cara berpacaran yang berbeda, kalian bisa menilai sendiri antara zaman sekarang dengan zaman
2. nyaris hilangnya norma berpacaran, bayangkan kini banyak pria bahkan wanita yang dengan bangganya memploklamirkan diri sudah "ngapa-ngapain dengan pacarnya" bukankah ini tanda sudah rapuhnya batasan yang membatasi hubungan antara pria dan wanita yang belum menikah, tentunya di no 2 ini saya sudah
nah, masuk ke yang lebih rumit, sebelumnya saya ingatkan, article ini adalah analisis bahkan diantaranya adalah spekulasi, dan tidak bertujuan untuk melakukan penyudutan kepada pihak tertentu atau bahkan melakukan praktik pencemaran
nah kita harus mengenal alat2 globalisasi menginjeksi paham2 globalisasi ke budaya masyarakat kita, alat2 tsb adalah:
1. TV 21 inch (sebenarnya TV berapa inch aja gak ngaruh, hhe)
2. laptop/komputer
3. router atau modem internet
4. radio (meskipun efeknya tidak sehebat no 1,2, 3, dan 5)
5. Handphone (yang bisa internetan, kalau yang cuma bisa timpuk anjing yahh ga da ngaruhnya, xixixixi )
sedangkan dimanakah alat2 globalisasi itu efektif bekerja menyebarkan paham pacaran ala globalisasi??
1. di kantor kelurahan, kecamatan, RW, balai desa, dll (ini khusus bagi yang nonton TVnya bareng2 ala ndeso, hehehehehe)
2. di warnet(bagi yang belum punya komputer dan router/modem
3. di kamar tidur(bagi anda yang menaruh alat2 itu di kamar tidur)
4. di Bioskop atau tempat layar tancep
5. di kamar mandi (bagi yang memiliki kebiasaan aneh dan suka melakukan
sedangkan cara kerjanya adalah, sebenernya simpel, bos globalisasi dengan alat2nya itu menyuntikkan paham pacaran ala globalisasi secara perlahan tapi pasti, mengapa hal itu bisa terjadi, karena setiap hari kita senantiasa disuguhkan tampilan kedua insan (katanya) saling mencintai, kedua2nya elok rupawan, memiliki kekayaan berlimpah, dan efek2 keindahan lainnya di tampilkan lalu setelah itu ada adegan
efek atau dampaknya:
pada satu kali melihat: "gile enak banged jadi mereka bisa
kedua kali: "hmm tuh pasangan kayaknya enak banget bisa melakukan
ketiga kali: "hmm tuh pasangan kayaknya enak banget bisa melakukan
keempat kali: "gw harus jadi seperti mereka meskipun semua orang menentang gw, gw gak mau kebebasan berekspresi dan kesenangan gw dalam berpacaran dibatasi" (mulai bertekad dan bercita2 kuat)
kelima kali dan nyaris sering melihat tayangan seperti itu: "neng/bang ayok kita melakukan yang kayak di filem./foto itu yuks, tapi ngumpet2" (mulai bereksperiman)
ke enam kalinya dan setelah tayangan seperti itu populer: "neng/bang ayok kita melakukan yang kayak di filem/foto itu yuks" (mulai melakukan dengan tanpa malu2 lagi)
ke tujuh kalinya dan setelah tayangan itu mendapat respon baik di tenganh masyarakat, di perparah adegan
nah, itulah tahapan2nya, karena itu cukup sudah budaya timur kita terganggu hanya dalam konteks pacaran saja, jangan sampai budaya ketimuran kita di koyak lagi dan lagi, bukan karena globalisasi semata, namun karena ketidak mampuan kita untuk memilah apa yang baik dan apa yang tidak baik dalam globalisasi, juga apa yang sesuai dan apa yang tidak sesuai dengan budaya dan adat ketimuran kita ini, haruskah semua bangsa dan negara memiliki warna yang sama, padahal warna putih akan terlihat sangat indah jika ada warna hitam, begitu juga hujan akan terasa sangat menyejukkan jika ada kemarau, jadi jangan kita fikir kita ini jelek sehingga kita harus seperti mereka, begitu sebaliknya, karena tanpa kita sadari, hal2 yang berlawanan aka terasa indah jika saling mengisi, bukan begitu??
forever
0 komentar:
Posting Komentar